Senin, 26 Januari 2009

Ketua KPK Antasari Azhar, atau Deputi Bidang Investigasi BPKP Suradji yang Asal Bicara?

Disebelah kiri ini adalah Asli Surat dari BPKP Deputi Bidang Investigasi Suradji Nomor: S-1075/D6/2/2007 tanggal 28 September 2007 dalam menjawab Surat Nomor: 01/YKPC/Sept-2007 tanggal 10 September 2007 dari Ketua Badan Pendiri Yayasan Kesehatan Pensiunan Caltex, selaku Pelapor. Surat Deputi Bidang Investigasi BPKP Suradji tersebut menginformasikan bahwa Kegiatan Audit Investigasi yang telah selesai dilakukan oleh BPKP Perwakilan DKI Jakarta II, telah disampaikan oleh Deputi Bidang Investigasi BPKP (Suradji) kepada Pimpinan KPK dengan surat No. R-923/D6/02/2007 tanggal 14 Agustus 2007 dibawah ini.





Berikut dibawahnya/disamping ini adalah fotokopi Surat Deputi Bidang Investigasi Suradji kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor: R-923/D6/02/2007 tanggal 14 Agustus 2007 dimaksud diatas, yang isinya cukup jelas, yang merupakan lampiran dari Surat BPKP Deputi Bidang Investigasi Suradji Nomor: S-1075/D6/2/2007 tanggal 28 September 2007 kepada Ketua Badan Pendiri Yayasan Kesehatan Pensiunan Caltex selaku Pelapor.




Selanjutnya dalam tayangan wawancara“Kerah Putih” dari tvOne pada bulan Maret 2008 (yang juga kami kirimkan/dapat langsung diakses melalui You-Tube http://www.youtube.com/watch?v=wRY3C4hbi3A), Deputi Bidang Investigasi BPKP Suradji dengan lugas mengungkapkan bahwa Audit Investigatif yang dilakukan oleh BPKP adalah atas permintaan KPK (Surat Pimpinan KPK Nomor: R-561/KPK/VIII/ 2004 tanggal 18 Agustus 2004 atau sekitar 3 (tiga) tahun sebelumnya, sebagaimana disebutkan di dalam surat Deputi Bidang Investigasi BPKP Suradji Nomor: R-923/D6/02/2007 tanggal 14 Agustus 2007 diatas). Deputi Bidang Investigasi BPKP Suradji selanjutnya menegaskan bahwa Rescue Package Sebagai "Cost Recovery" (Biaya Penggantian) tersebut telah memenuhi ketiga-tiga unsur tindak pidana korupsi yang menjadi persyaratannya, yaitu Adanya Kerugian Keuangan Negara, Ada Penyimpangan Peraturan (Penyalahgunaan Wewenang, Penyalahgunaan Kekuasaan atau Penyalahgunaan Jabatan) dan Ada yang diuntungkan. Dengan perkataan lain, kalau salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi, maka tidak dapat disebut tindak pidana korupsi.



Sedangkan Ketua KPK Antasari Azhar mengatakan bahwa Pengaduan harus melalui Bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Tidak boleh hanya berdasarkan cerita-cerita atau fotokopi temuan dari BPK atau BPKP dan harus ada bukti awal yang cukup. Perlu pendalaman atau didalami. Padahal pengaduan sudah dilakukan oleh Pelapor sesuai prosedur, yaitu melalui Dumas KPK sejak akhir bulan Desember 2003. Demikian juga dengan bukti yang ada yang tersedia lebih dari cukup, sehingga KPK dapat dan bahkan telah meminta bantuan BPKP untuk melakukan Audit Investigatif. Hasil investigatif-nya pun sudah sangat jelas. Apalagi maunya KPK ?



Namun demikian, yang sudah pasti dan juga jelas adalah bahwa, mantan pimpinan (Wakil Ketua) KPK Erry Riyana Hardjapamekas yang adalah Direktur Utama PT. Timah Tbk. 1996 – Maret 2002 dengan 20% sahamnya di PT. Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (PT. AJTM), adalah juga Komisaris di PT. AJTM, waktu PT. AJTM wan prestasi dan mendapatkan Suntikan Dana dari Pertamina MPS dengan persetujuan Direktur Utama Baihaki H Hakim yang pembayarannya melalui sejumlah KPS/KKKS termasuk PT. Caltex Pacific Indonesia sebesar Rp. 41,1 miliar, yang disebut oleh Pertamina sebagai “Rescue Package”.



Catatan:



Pernyataan tvOne yang mengatakan bahwa PT. Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (PT. AJTM) adalah milik Pertamina, jelas merupakan Pernyataan yang Keliru, karena PT. AJTM bukan Anak Perusahaan Pertamina, apalagi Milik Pertamina. Acuan untuk Pendirian Anak Perusahaan adalah Pasal 6 Undang - Undang RI Nomor: 8 Tahun 1971 Tentang PERTAMINA dan Pasal 1 Ayat (3) Keppres RI Nomor: 122 Tahun 2001 untuk definisi Anak Perusahaan BUMN.

Versi dalam bahasa Inggris akan segera menyusul untuk kami publikasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar